Namaku
Mika, gadis biasa dengan kemampuan akademik rata-rata. Yang membuatku
mendapat pekerjaan sebelum menyelesaikan skripsi hanyalah
keberuntunganku saja. Selain itu tak ada yang special dalam hidupku,
semua berjalan datar. Hingga Romy datang. Tiga tahun yang lalu kami
bertemu, memutuskan untuk menjalin hubungan dan berpisah setahun
kemudian. Tapi sampai detik ini, namanya masih ada didasar lubuk hatiku.
Yah, inilah kenyataannya, aku masih mencintainya walaupun aku sangat
membencinya, meskipun sudah tiga tahun kami tak pernah bertemu aku masih
sering memimpikannya.
Benci
dan cinta memang begitu dekat, batasannya begitu tipis. Karna itulah
yang kami rasakan. Detik kemarin kami saling memuja dan detik ini kami
saling menghujat.
***
Mika
duduk didepan Laptopnya, nampak sibuk mengetik sesuatu yang memang
harus ia serahkan kepada Bu Rosy, dosen pembimbingnya, besok pagi,
proposal skripsi yang harus ia selesaikan sebelum keberangkatannya ke
Surabaya. Tiba-tiba handphone Mika berdering.
“ Hallo, napa Ta? “ Shita, sahabatnya menelepon.
“ Kamu dimana? “ terdengar suara keramaian dari seberang telepon.
“ Dirumah “ Jawab Mika tak antusias
“ Aduh gimana sich ini. anak-anak udah nungguin kamu dari tadi, cepet kesini y “
“ Aku nggak bisa Ta, ni mesti ngelarin proposal, besok mesti nemuin Bu Rosy “
“ Loh emangnya jadi ke Surabaya? “
“ Jadilah “
“ Ya udah lah, bye Mika. Sukses ya say “ Shita menutup telponnya dengan kecewa, tak lama kemudian handphone Mika kembali berdering.
“ Hallo, Mika “ ternyata atasannya yang menghubungi
“ Jangan lupa siapkan berkas-berkas yang mau dibawa ke Surabaya “
“
Baik pak “ Mika menutup teleponnnya. Mika meletakkan kepalanya diatas
meja, lelah. Ia menyesal menerima pekerjaan itu, jika akhirnya semakin
mempersulit jalannya untuk segera memperoleh gelar sarjana.
***
“ Aku nggak pernah tau napa kamu lakuin semua ini ke aku “
“ Karna aku cinta sama kamu ”
“ Cinta? “ Air mata mengalir dari mata Mika.
“ Kalau kamu cinta aku, nggak seperti ini caranya “ Mika semakin menangis
“ Mika aku mohon jangan nangis, disana ada tunangan aku sama ibu aku, aku nggak mau mereka ngira yang enggak-enggak “
“ Kamu bilang kamu cinta aku “ desis Mika marah.
“ Aku emang cinta kamu, tapi aku nggak mungkin bilang enggak, ibu aku bisa kena serangan jantung “ Suara Romy mulai serak.
“ Apapun yang terjadi, aku mau kamu tau, cuma kamu yang aku sayang ” ujar Romy dengan suara parau.
“
Cukup “ tangis Mika semakin pecah. Tiba-tiba saja Mika terbangun,
ternyata hanya mimpi, tiga tahun lalu, terakhir kali ia bertemu dengan
Romy. Mika menangis. Ia mulai lelah dihantui mimpi-mimpi tentang Romy.
Ia berharap ini semua segera berakhir, karena tak mungkin ia bersama
Romy. Hubungan mereka hanyalah sebuah masa lalu, dan Mika harus tetap
menatap lurus ke masa depan, mengubur masa lalunya dalam-dalam.
***
Sabtu, 7 Mei 2011 Stasiun Kota Bandung
“ Kemarin aku mimpi tentang Romy lagi “ ujar Mika lelah.
“ Mika “ suara Shita terdengar prihatin, ia mengelus pundak Mika.
“ Aku cape Ta, aku pengen ini semua cepat berakhir, aku pengen ketemu dia, aku pengen nyelesain semuanya “
“ Mika, apa yang mesti kamu selesaiin? Semua udah berakhir “
“ Belum, ini belum berakhir buat aku, ini semua nggak adil “ air mata Mika mengalir.
Pengumuman kedatangan kereta yang akan mengantar Mika ke Surabaya mengakhiri pembicaraan mereka tentang Romy.
“
Aku berangkat dulu ya “ Mika beranjak dari duduknya, menarik nafas
panjang mencoba menenangkan diri. Ia berjalan meninggalkan Shita tanpa
menoleh ke belakang.
***
Saat
berada diatas kereta, mata Mika tertuju pada satu sosok yang sangat ia
kenal, sudah tiga tahun ia tak pernah berada sedekat ini dengan sosok
itu. Ia melihat nomor kursi dan mencocokkannya dengan karcis yang ia
bawa. Ia menghela nafas panjang, benar. Mika duduk dengan hati-hati, tak
ingin membangunkan sosok yang sedang tertidur pulas didepannya.
Mata
Mika tak berkedip menatap sosok itu. Dadanya seolah ditikam oleh
sebilah pisau, rasa sakit itu kembali datang, membuatnya tak bisa
bernafas.
“ Mika “ sosok itu terbangun, Mika hanya tersenyum kecut.
“ Mau kemana? “ sosok itu masih mencoba mencairkan suasana yang mulai menegang.
“ Surabaya “ jawab Mika singkat.
“ Gimana kabar kamu, baik-baik aja kan? “ kening Mika mengerut, Baik? menciutkan niat sosok itu untuk kembali bertanya.
Sepanjang
perjalanan mereka hanya terdiam, Mika hanya memandangi sosok itu dengan
seribu pertanyaan dibenaknya, sementara sosok itu terlihat salah
tingkah tak nyaman.
“ Romy, aku nggak tau apa salah aku sampe kamu nglakuin ini semua ke aku “ akhirnya Mika membuka percakapan.
“ Mika aku . . . “
“
Ssstt, aku mohon kamu diem, tolong dengerin aku sekali ini aja, aku
janji ini terakhir kali kita bahas masalah ini, setelah itu aku janji,
ini semua akan berakhir “ Mika mulai tak bisa berkata-kata.
“ Aku sayang banget sama kamu, tapi tiba-tiba saja . . . “ Mika tak melanjutkan kalimatnya, ia malah menghela nafas panjang.
“ Udah lah, benar kata Shita ini semua udah berakhir “ gumam Mika. Ia tertawa, menertawakan dirinya sendiri.
“ Kita tetep jadi teman kan? “ Mika mengulurkan tangannya, Romy menjabatnya, tersenyum.
Sepanjang
sisa perjalanan mereka hanya terdiam. Tapi Mika sudah lega, ia mulai
bisa merelakan apa yang telah terjadi. Bahwa Romy memang bukan jodohnya.
Dalam hatinya Mika berjanji, saat kereta ini berhenti pada stasiun
terakhir maka berakhir pula segala kisahnya bersama Romy, berakhir pula
air mata untuk Romy. Iapun tertidur, pertemuannya dengan Romy membuatnya
merasa lelah.
Keesokan harinya, Mika terbangun dengan perasaan lebih tenang.
“ Pagi “ sapanya dan Romy hanya tersenyum.
“ Satu jam lagi kita sampai “ kata Romy lebih untuk dirinya sendiri.
“
Satu jam lagi ini semua akan berakhir “ gumam Mika lirih dan mereka
kembali terdiam, Romy disibukkan dengan bukunya, sementara Mika hanya
melamun, memandang jauh ke luar jendela.
Satu jam kemudian, ketika kereta sampai di stasiun Surabaya kota.
“ Minggu depan aku nikah “ Romy berujar lirih
“ Selamat “ Meski sakit Mika mencoba untuk tersenyum.
“ Maaf Ka . . . “ Mika hanya menggeleng lemah.
“ Ini bukan salah kamu, kita emang nggak pernah berjodoh “
“
It’s time, aku duluan ya “ ujar Mika lega, tanpa memberi Romy
kesempatan untuk menjelaskan semuanya, karena jika itu terjadi akan
semakin mempersulit dirinya sendiri untuk mengakhiri semuanya. Mika
meninggalkan Romy di peron, meninggalkan semuanya tentang Romy. Saat ia
membalikkan tubuhnya, ia melihat punggung Romy yang semakin menjauh,
tanpa menoleh lagi ke belakang. Begitulah seharusnya, tak seharusnya
Mika menoleh ke belakang terus menerus. Mereka akhirnya semakin menjauh,
dan berjalan pada jalannya masing-masing.
Repost From Sekali ini Saja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar