Rabu, 01 Januari 2014

Lebih dari Cerita Cinta

Saat jam makan siang, tiga perempuan bergerombol mengitari sebuah meja di sudut kantin. Nampaknya sedang diadakan sebuah “ rapat penting “.
“ Meta cepetan sini! “ Siska, perempuan yang dari tadi nampak memimpin rapat, menarik seorang perempuan yang baru saja datang dan ingin duduk di meja terpisah dari mereka.
“ Aku mau makan “ ujarnya enggan, tau apa yang sedang dilakukan teman-temanya.
“ Makan di sini saja, kamu perlu dengar informasi yang kami dapat “ tambah Uli, anggota gerombolan yang baru saja menikah. Meta mengikutinya dengan pasrah. Dugaan Meta tepat, mereka sedang bergosip. Membahas seorang arsitek baru, yang bekerja di perusahaan konstruksi yang berada tepat satu lantai dibawah PR Agency tempat Meta bekerja. Arsitek ini baru saja datang dari Amerika. Dari informasi yang beredar, arsitek itu sangat tampan tapi berdasarkan informasi yang berhasil mereka kumpulkan, sayangnya dia bukan pria baik – baik, tepatnya buaya darat. “ Dasar perempuan “ desah Meta dalam hati kesal.
“ Jangan terlalu percaya gosip, apalagi menyangkut nama baik seseorang, fitnah namanya “ Meta merasa tak enak dengan orang yang sedang mereka bicarakan, meskipun sebenarnya ia tak mengenalnya.
“ Kamu itu, ini bener! Kamu mesti hati – hati “ ujar Siska menggebu-gebu.
“ Kalau Meta tak mungkin tertarik, secara sudah ada Bima, yang perfect “ ujar salah satu teman Meta menimpali, Siska mencubit lengan temannya memberi isyarat untuk diam, dan Meta hanya tersenyum.
“ Eh itu – itu orangnya “ bisik Siska pelan, lebih mendekat ke teman- temannya. Seorang pria dengan setelan kemeja rapi memasuki kantin. Penasaran, Meta mengikuti arah pandangan teman – temannya, memang tampan, pantas seluruh gedung menjadi heboh. Bahkan semua perempuan di kantin mengalihkan pandangan mereka saat pria ini masuk. Saat mata mereka beradu, pria itu tersenyum mengangguk dan Meta nampak salah tingkah.
“ Tuh kan, tuh kan dia sudah mulai tebar pesona “
***
Meta melihat jam tangannya, pukul lima sore. Ia menghela nafas lelah, seharusnya ia sudah berada di rumah. Tapi malam ini ia harus lembur, untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda karena selama seminggu ia harus dirawat di rumah sakit akibat kecelakaan mobil yang menimpanya. Berkali – kali ia mencoba menghubungi Bima, tunangannya. Tapi selalu saja mailbox. Membuatnya bertambah kesal. Akhirnya ia menyerah dan memutuskan untuk segera menyelesaikan pekerjaannya.
“ Meta kamu belum pulang? “ Uli, nampaknya ia juga sedang lembur. Meta hanya menggeleng.
“ Aku pulang dulu ya? Jangan pulang malam – malam, kamu kan baru sembuh “
“ Ia mbak, hati – hati dijalan “ teriak Meta dari mejanya, ia melihat jam tangannya, sudah pukul tujuh malam. Meta meregangkan tubuhnya yang mulai terasa kaku. Waktu berjalan begitu cepat, namun masih banyak yang harus diselesaikannya malam ini. Setelah merasa sedikit segar, ia kembali berkutat dengan laptop dan berkas – berkas yang ada di hadapannya.
***
Sudah satu jam Meta menunggu taxi di halte depan kantornya, namun tak ada satu pun angkutan umum yang lewat, dan lagi – lagi Bima sulit dihubungi. Ia melihat jam tangannya, pukul dua belas malam. Tubuhnya lelah, matanya mengantuk. Ia menyesal pulang selarut ini, seharusnya ia mengerjakan tugasnya dirumah saja. Sebuah mobil berhenti tepat didepan Meta, membuatnya mendekap tas yang dibawanya lebih erat, takut.
“ Kamu yang bekerja di lantai 5 kan? “ arsitek tampan itu muncul ketika kaca mobil di turunkan. Meta hanya mengangguk.
“ Jam segini taxi sudah jarang, ayo naik aku antar pulang “ Meta hanya diam.
“ Ayo naik “ ajaknya sekali lagi, ia melihat jamnya “ Sudah jam dua belas malam“
“ Terimakasih, aku naik taxi saja “ arsitek itu nampak berfikir sejenak, ia menepikan mobilnya, dan turun dari mobilnya. Ia duduk di dekat Meta. Meta hanya mengerutkan kening melihat sikap pria ini.
“ Aku akan duduk disini sampai kamu dapat taxi “ ujarnya seolah menjawab pertanyaan Meta “ Aku Matra “ arsitek itu mengulurkan tangannya memperkenalkan diri, bukannya menjawab, Meta malah menggeser duduknya semakin menjauh.
“ Apa yang kamu dengar tentang aku? Pasti sesuatu yang buruk “ Matra tersenyum, membuat Meta merasa bersalah “ Meta “ jawab Meta pelan, dan lagi – lagi Matra hanya tersenyum. Meta menggosok kedua tangannya kedinginan, tiba – tiba tubuhnya terasa hangat. Matra, ia melepas jasnya dan menyelimutkannya ke tubuh Meta.
“ Pakai saja “ tahan Matra ketika Meta ingin menolak. “ Terimakasih “ Matra hanya mengangguk dan keadaan kembali hening.
***
“ Hai “ sapa Matra ketika bertemu Meta didalam lift, dan Meta hanya tersenyum.
“ Benar – benar karyawan teladan, bukannya kemarin kamu baru pulang jam satu pagi? “ Meta hanya tersenyum kikuk, merasa tak nyaman dengan situasi ini, apalagi semua mata perempuan yang ada didalam lift melihat penuh curiga ke arah mereka, dan meskipun menyadarinya, Matra tak menghiraukannya.
“ Kamu masih hutang satu hal sama aku “ Matra mendekat dan berbicara berbisik, membuat Meta semakin kikuk, ia merasa beberapa mata akan menerkamnya, dan Matra hanya terseyum melihat respon Meta.
“ Sampai jumpa saat makan siang “ Matra keluar dai dalam lift “ Ada menu baru direstoran hotel sebelah, traktir aku di sana “ teriak Matra ketika lift akan tertutup.
***
“ Ayo makan, jangan terlalu keras bekerja “ Uli menarik tangan Meta yang masih enggan beranjak dari mejanya. “ Masih banyak kerjaan mbak “
“ Itu bisa dikerjakan nanti " Siska menimpali, akhirnya Meta pasrah mengikuti Uli dan Siska yang entah mengapa selalu bersemangat saat jam makan siang.
“ Meta “ Sebuah suara menghentikan langkah mereka bertiga.
“ Bukannya kamu sudah janji akan mentraktirku makan siang? “ Matra, ternyata dia sudah menunggu didepan kantor Meta. Tanpa menunggu respon Meta, Matra menarik tangan Meta ke arahnya “ Boleh pinjam Meta sebentar? “ tanya Matra dengan senyum mautnya, Siska dan Uli hanya menggangguk pelan, masih terkejut dengan peristiwa yang baru saja mereka alami. Tanpa mereka sadari Meta dan Matra sudah menghilang dari hadapan mereka. “ Beruntungnya Meta, hilang Bima muncul pangeran yang lebih tampan “ ujar Uli iri.
“ Huh, tampang sich boleh, tapi sifat? Nggak jauh beda “
“ Apa kamu yakin Matra seperti itu? Apa kamu tak merasa itu hanya gosip yang disebarkan agar tak ada yang mendekati Matra? “
“ Apa kamu yakin itu cuma gosip? Berarti masih ada kesempatan untuk mendekati Matra! Aww “ Uli memukul lengan Siska. “ Gila “ Uli menyeret Siska paksa yang masih melamunkan kemungkinan untuk mendekati Matra.
“ Lepas nggak?! “ Meta mencoba melepaskan genggaman tangan Matra, karena semua mata memandang tak suka ke arah mereka. Bukannya melepaskan genggamannya, Matra semakin mempereratnya.
“ Oke, aku akan ikut kamu, tapi tolong lepaskan tangan kamu “ Matra menghentikan langkahnya dan melihat ke arah Meta “ Janji “ ujar Meta enggan, Matra tersenyum dan melepaskan tangannya, Meta mengikuti Matra dengan kesal.
***
Sepanjang perjalanan Meta menggerutu kesal, tapi Matra tak menghiraukannya. Ia tetap memamerkan senyumnya kepada tiap perempuan yang ditemuinya. Membuat Meta bertambah kesal.
“ Mas Bima “ Meta tersenyum senang melihat siapa yang ia temui di loby hotel. Bima, ia nampak rapi dengan setelan jas putih.
“ Kamu kemana aja, udah seminggu ini aku cari kamu, aku dirumah sakit kamu juga nggak pernah jenguk aku, apa kamu sesibuk itu? “ Meta nampak kesal.
“ Meta . . . “ raut wajah Bima memancarkan kekhawatiran.
“ Oia, kenalin ini Matra, dia temen aku, Matra, ini Mas Bima tunangan aku “ melihat bagaimana reaksi Bima, Matra menangkap ada sesuatu yang salah.
“ Kamu sama siapa kesini? “
“ Sayang, siapa ini “ seorang perempuan bergelayut manja di pundak Bima.
“ Sayang? “ tanya Meta tak percaya, perempuan itu tersenyum.
“ Ini Meta, Meta kenalkan ini tunangan aku, April “ ujar Bima gugup, April mengulurkan tangannya, Meta menatapnya dengan sinis.
“ Sayang, kamu masuk aja dulu “ April mengangguk mengerti dan pergi.
“ Meta kita sudah putus “
“ Enggak, kita akan menikah “ Meta menutup kedua telinganya, tak ingin mendengarkan kata - kata Bima, Matra hanya dapat melihatnya.
“ Meta aku harap kamu mengerti “ Meta terus menangis, dan tiba – tiba saja tubuhnya terjatuh, pingsan. “ Meta!!! “ Matra berteriak panik, mencoba menangkap tubuh Meta. “ Maaf “ ujar Bima lirih.
***
“ Apa pasien pernah mengalami benturan dikepalanya? “
“ Benturan? “ Matra mengerutkan keningnya, “ Saya tidak tau dok “ Matra menggelengkan kepalanya.
“ Dugaan saya pasien pernah mengalami benturan, yang membuatnya kehilangan ingatan, tepatnya hanya ingatan – ingatan buruk yang tak ingin ia ingat. Saran saya, agar proses penyembuhannya berjalan dengan cepat. Jangan pernah memaksanya untuk mengingat apa yang tak ingin dia ingat “
“ Apa dia bisa sembuh? “ tanya Matra cemas, dan dokter itu hanya tersenyum.
***
“ Kenapa kamu selalu ngikutin aku sich? “ Meta nampak kesal karena dari tadi Matra terus mengikutinya.
“ Karena kamu masih sakit “
“ Aku sudah sembuh “ jawab Meta singkat.
“ Kalau begitu karena aku suka sama kamu “
“ Kamu gila, aku sudah punya tunangan “ Meta semakin mepercepat langkahnya.
“ Bagaimana kalau kita selingkuh? “ Meta menghentikan langkahnya, dan menatap Matra tak percaya.
“ Aku bukan tipe seperti itu “
“ Bagus, itu artinya aku tak akan menyesal jika berhasil merebutmu dari Bima “
“ Darimana kamu tau Mas Bima? “ Matra mendekat ke arah Meta, “ Rahasia “
Matra berjalan meninggalkan Meta dan kali ini Meta malah mengikutinya.
“ Darimana kamu tau Mas Bima? “ Meta terus bertanya penasaran, tapi Matra tak menghiraukannya. Ia hanya tersenyum dan terus berjalan.

Repots From  Lebih dari Cerita Cinta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar