Saat
jam makan siang, tiga perempuan bergerombol mengitari sebuah meja di
sudut kantin. Nampaknya sedang diadakan sebuah “ rapat penting “.
“
Meta cepetan sini! “ Siska, perempuan yang dari tadi nampak memimpin
rapat, menarik seorang perempuan yang baru saja datang dan ingin duduk
di meja terpisah dari mereka.
“ Aku mau makan “ ujarnya enggan, tau apa yang sedang dilakukan teman-temanya.
“
Makan di sini saja, kamu perlu dengar informasi yang kami dapat “
tambah Uli, anggota gerombolan yang baru saja menikah. Meta mengikutinya
dengan pasrah. Dugaan Meta tepat, mereka sedang bergosip. Membahas
seorang arsitek baru, yang bekerja di perusahaan konstruksi yang berada
tepat satu lantai dibawah PR Agency tempat Meta bekerja. Arsitek ini
baru saja datang dari Amerika. Dari informasi yang beredar, arsitek itu
sangat tampan tapi berdasarkan informasi yang berhasil mereka kumpulkan,
sayangnya dia bukan pria baik – baik, tepatnya buaya darat. “ Dasar
perempuan “ desah Meta dalam hati kesal.
“
Jangan terlalu percaya gosip, apalagi menyangkut nama baik seseorang,
fitnah namanya “ Meta merasa tak enak dengan orang yang sedang mereka
bicarakan, meskipun sebenarnya ia tak mengenalnya.
“ Kamu itu, ini bener! Kamu mesti hati – hati “ ujar Siska menggebu-gebu.
“
Kalau Meta tak mungkin tertarik, secara sudah ada Bima, yang perfect “
ujar salah satu teman Meta menimpali, Siska mencubit lengan temannya
memberi isyarat untuk diam, dan Meta hanya tersenyum.
“
Eh itu – itu orangnya “ bisik Siska pelan, lebih mendekat ke teman-
temannya. Seorang pria dengan setelan kemeja rapi memasuki kantin.
Penasaran, Meta mengikuti arah pandangan teman – temannya, memang
tampan, pantas seluruh gedung menjadi heboh. Bahkan semua perempuan di
kantin mengalihkan pandangan mereka saat pria ini masuk. Saat mata
mereka beradu, pria itu tersenyum mengangguk dan Meta nampak salah
tingkah.
“ Tuh kan, tuh kan dia sudah mulai tebar pesona “
***
Meta
melihat jam tangannya, pukul lima sore. Ia menghela nafas lelah,
seharusnya ia sudah berada di rumah. Tapi malam ini ia harus lembur,
untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda karena selama seminggu ia
harus dirawat di rumah sakit akibat kecelakaan mobil yang menimpanya.
Berkali – kali ia mencoba menghubungi Bima, tunangannya. Tapi selalu
saja mailbox. Membuatnya bertambah kesal. Akhirnya ia menyerah dan
memutuskan untuk segera menyelesaikan pekerjaannya.
“ Meta kamu belum pulang? “ Uli, nampaknya ia juga sedang lembur. Meta hanya menggeleng.
“ Aku pulang dulu ya? Jangan pulang malam – malam, kamu kan baru sembuh “
“
Ia mbak, hati – hati dijalan “ teriak Meta dari mejanya, ia melihat jam
tangannya, sudah pukul tujuh malam. Meta meregangkan tubuhnya yang
mulai terasa kaku. Waktu berjalan begitu cepat, namun masih banyak yang
harus diselesaikannya malam ini. Setelah merasa sedikit segar, ia
kembali berkutat dengan laptop dan berkas – berkas yang ada di
hadapannya.
***
Sudah
satu jam Meta menunggu taxi di halte depan kantornya, namun tak ada
satu pun angkutan umum yang lewat, dan lagi – lagi Bima sulit dihubungi.
Ia melihat jam tangannya, pukul dua belas malam. Tubuhnya lelah,
matanya mengantuk. Ia menyesal pulang selarut ini, seharusnya ia
mengerjakan tugasnya dirumah saja. Sebuah mobil berhenti tepat didepan
Meta, membuatnya mendekap tas yang dibawanya lebih erat, takut.
“ Kamu yang bekerja di lantai 5 kan? “ arsitek tampan itu muncul ketika kaca mobil di turunkan. Meta hanya mengangguk.
“ Jam segini taxi sudah jarang, ayo naik aku antar pulang “ Meta hanya diam.
“ Ayo naik “ ajaknya sekali lagi, ia melihat jamnya “ Sudah jam dua belas malam“
“
Terimakasih, aku naik taxi saja “ arsitek itu nampak berfikir sejenak,
ia menepikan mobilnya, dan turun dari mobilnya. Ia duduk di dekat Meta.
Meta hanya mengerutkan kening melihat sikap pria ini.
“
Aku akan duduk disini sampai kamu dapat taxi “ ujarnya seolah menjawab
pertanyaan Meta “ Aku Matra “ arsitek itu mengulurkan tangannya
memperkenalkan diri, bukannya menjawab, Meta malah menggeser duduknya
semakin menjauh.
“
Apa yang kamu dengar tentang aku? Pasti sesuatu yang buruk “ Matra
tersenyum, membuat Meta merasa bersalah “ Meta “ jawab Meta pelan, dan
lagi – lagi Matra hanya tersenyum. Meta menggosok kedua tangannya
kedinginan, tiba – tiba tubuhnya terasa hangat. Matra, ia melepas jasnya
dan menyelimutkannya ke tubuh Meta.
“ Pakai saja “ tahan Matra ketika Meta ingin menolak. “ Terimakasih “ Matra hanya mengangguk dan keadaan kembali hening.
***
“ Hai “ sapa Matra ketika bertemu Meta didalam lift, dan Meta hanya tersenyum.
“
Benar – benar karyawan teladan, bukannya kemarin kamu baru pulang jam
satu pagi? “ Meta hanya tersenyum kikuk, merasa tak nyaman dengan
situasi ini, apalagi semua mata perempuan yang ada didalam lift melihat
penuh curiga ke arah mereka, dan meskipun menyadarinya, Matra tak
menghiraukannya.
“
Kamu masih hutang satu hal sama aku “ Matra mendekat dan berbicara
berbisik, membuat Meta semakin kikuk, ia merasa beberapa mata akan
menerkamnya, dan Matra hanya terseyum melihat respon Meta.
“
Sampai jumpa saat makan siang “ Matra keluar dai dalam lift “ Ada menu
baru direstoran hotel sebelah, traktir aku di sana “ teriak Matra ketika
lift akan tertutup.
***
“
Ayo makan, jangan terlalu keras bekerja “ Uli menarik tangan Meta yang
masih enggan beranjak dari mejanya. “ Masih banyak kerjaan mbak “
“
Itu bisa dikerjakan nanti " Siska menimpali, akhirnya Meta pasrah
mengikuti Uli dan Siska yang entah mengapa selalu bersemangat saat jam
makan siang.
“ Meta “ Sebuah suara menghentikan langkah mereka bertiga.
“
Bukannya kamu sudah janji akan mentraktirku makan siang? “ Matra,
ternyata dia sudah menunggu didepan kantor Meta. Tanpa menunggu respon
Meta, Matra menarik tangan Meta ke arahnya “ Boleh pinjam Meta sebentar?
“ tanya Matra dengan senyum mautnya, Siska dan Uli hanya menggangguk
pelan, masih terkejut dengan peristiwa yang baru saja mereka alami.
Tanpa mereka sadari Meta dan Matra sudah menghilang dari hadapan mereka.
“ Beruntungnya Meta, hilang Bima muncul pangeran yang lebih tampan “
ujar Uli iri.
“ Huh, tampang sich boleh, tapi sifat? Nggak jauh beda “
“ Apa kamu yakin Matra seperti itu? Apa kamu tak merasa itu hanya gosip yang disebarkan agar tak ada yang mendekati Matra? “
“
Apa kamu yakin itu cuma gosip? Berarti masih ada kesempatan untuk
mendekati Matra! Aww “ Uli memukul lengan Siska. “ Gila “ Uli menyeret
Siska paksa yang masih melamunkan kemungkinan untuk mendekati Matra.
“
Lepas nggak?! “ Meta mencoba melepaskan genggaman tangan Matra, karena
semua mata memandang tak suka ke arah mereka. Bukannya melepaskan
genggamannya, Matra semakin mempereratnya.
“
Oke, aku akan ikut kamu, tapi tolong lepaskan tangan kamu “ Matra
menghentikan langkahnya dan melihat ke arah Meta “ Janji “ ujar Meta
enggan, Matra tersenyum dan melepaskan tangannya, Meta mengikuti Matra
dengan kesal.
***
Sepanjang
perjalanan Meta menggerutu kesal, tapi Matra tak menghiraukannya. Ia
tetap memamerkan senyumnya kepada tiap perempuan yang ditemuinya.
Membuat Meta bertambah kesal.
“ Mas Bima “ Meta tersenyum senang melihat siapa yang ia temui di loby hotel. Bima, ia nampak rapi dengan setelan jas putih.
“
Kamu kemana aja, udah seminggu ini aku cari kamu, aku dirumah sakit
kamu juga nggak pernah jenguk aku, apa kamu sesibuk itu? “ Meta nampak
kesal.
“ Meta . . . “ raut wajah Bima memancarkan kekhawatiran.
“
Oia, kenalin ini Matra, dia temen aku, Matra, ini Mas Bima tunangan aku
“ melihat bagaimana reaksi Bima, Matra menangkap ada sesuatu yang
salah.
“ Kamu sama siapa kesini? “
“ Sayang, siapa ini “ seorang perempuan bergelayut manja di pundak Bima.
“ Sayang? “ tanya Meta tak percaya, perempuan itu tersenyum.
“ Ini Meta, Meta kenalkan ini tunangan aku, April “ ujar Bima gugup, April mengulurkan tangannya, Meta menatapnya dengan sinis.
“ Sayang, kamu masuk aja dulu “ April mengangguk mengerti dan pergi.
“ Meta kita sudah putus “
“
Enggak, kita akan menikah “ Meta menutup kedua telinganya, tak ingin
mendengarkan kata - kata Bima, Matra hanya dapat melihatnya.
“
Meta aku harap kamu mengerti “ Meta terus menangis, dan tiba – tiba
saja tubuhnya terjatuh, pingsan. “ Meta!!! “ Matra berteriak panik,
mencoba menangkap tubuh Meta. “ Maaf “ ujar Bima lirih.
***
“ Apa pasien pernah mengalami benturan dikepalanya? “
“ Benturan? “ Matra mengerutkan keningnya, “ Saya tidak tau dok “ Matra menggelengkan kepalanya.
“
Dugaan saya pasien pernah mengalami benturan, yang membuatnya
kehilangan ingatan, tepatnya hanya ingatan – ingatan buruk yang tak
ingin ia ingat. Saran saya, agar proses penyembuhannya berjalan dengan
cepat. Jangan pernah memaksanya untuk mengingat apa yang tak ingin dia
ingat “
“ Apa dia bisa sembuh? “ tanya Matra cemas, dan dokter itu hanya tersenyum.
***
“ Kenapa kamu selalu ngikutin aku sich? “ Meta nampak kesal karena dari tadi Matra terus mengikutinya.
“ Karena kamu masih sakit “
“ Aku sudah sembuh “ jawab Meta singkat.
“ Kalau begitu karena aku suka sama kamu “
“ Kamu gila, aku sudah punya tunangan “ Meta semakin mepercepat langkahnya.
“ Bagaimana kalau kita selingkuh? “ Meta menghentikan langkahnya, dan menatap Matra tak percaya.
“ Aku bukan tipe seperti itu “
“ Bagus, itu artinya aku tak akan menyesal jika berhasil merebutmu dari Bima “
“ Darimana kamu tau Mas Bima? “ Matra mendekat ke arah Meta, “ Rahasia “
Matra berjalan meninggalkan Meta dan kali ini Meta malah mengikutinya.
“
Darimana kamu tau Mas Bima? “ Meta terus bertanya penasaran, tapi Matra
tak menghiraukannya. Ia hanya tersenyum dan terus berjalan.Repots From Lebih dari Cerita Cinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar