Akhir-akhir ini, saya begitu suka mendengarkan musikalisasi
puisi yang dibawakan oleh AriReda, khususnya untuk puisi-puisi
karya Bapak Sapardi Djoko Damono. Jika orang kebanyakan begitu
menyukai puisi beliau yang berjudul Aku Ingin, entah mengapa saya
begitu jatuh cinta dengan dua puisi beliau yang berjudul " Di
Restoran " dan " Sajak Kecil Tentang Cinta ",
tapi kali ini, saya hanya akan membahas puisi beliau yang berjudul " Di
Restoran ".
Kita berdua saja, duduk. Aku
memesan
Ilalang panjang dan bunga rumput
–
Kau entah memesan apa. Aku memesan
Batu di tengah sungai terjal yang deras –
Kau entah memesan apa. Tapi kita
berdua
Saja, duduk. Aku memesan rasa
sakit
Yang tak putus dan nyaring lengkingnya,
Memesan rasa lapar yang asing itu.
Sudah banyak yang mencoba menginterpretasi puisi di
Restoran karya Bapak Sapardi, tapi entah mengapa, tetap tidak memuaskan saya
yang selalu bertanya-tanya sebenarnya apa arti dari puisi ini.
Lalu saya mencoba memberanikan diri, untuk sekedar "membaca"
puisi ini menurut versi saya. Well, jika ada kesempatan untuk bertemu Bapak
Sapardi, ingin rasanya bertanya apa sebenarnya maksud dari puisi-puisi beliau,
yang begitu sederhana, namun selalu terngiang.
Menurut saya, puisi ini ingin bercerita tentang dua orang
anak manusia, yang sedang menjalin sebuah hubungan namun hanya "aku"
yang berusaha membangun hubungan itu, sementara "kau"
hanya diam, atau bahkan mungkin ingin mengakhiri hubungan tersebut.
" Kita berdua saja, duduk.
" Kita berdua disini dijelaskan sebagai aku dan kamu, atau bisa dikatakan
sebagai sepasang kekasih. " duduk " dapat diartikan
bahwa mereka sedang berdiam pada suatu tempat, tidak berjalan, seperti hubungan
yang jalan di tempat, tidak mengalami perpindahan dan perkembangan.
Aku memesan
Ilalang panjang dan bunga rumput
Si aku dalam puisi ini, dengan sadar
melakukan pemesanan, seperti kita di sebuah restoran, kita dengan sadar memesan
apa yang ingin kita makan, sesuai dengan kata hati, sesuai dengan keinginan.
Namun si aku malah memesan " ilalang panjang dan bunga rumput "
dimana dua tanaman ini adalah dua tanaman yang tidak diharapkan kehadirannya,
biasa tumbuh dimana saja, dengan subur, meskipun tidak dirawat oleh siapapun.
Begitu pula dengan si aku, dia mencintai "kau" dengan kesadaran,
cintanya tumbuh subur, meskipun tidak ada yang merawat. Sehingga tumbuh menjadi
suatu yang sia-sia.
Kau entah memesan apa.
Dalam puisi ini, "aku" bahkan digambarkan tak
pernah tau apa yang akan dipesan oleh "kau". Seperti hubungan,
"aku" tak pernah tau, "kau" akan melakukan apa dalam
hubungan itu. Bagaimana perasaannya dan apa yang akan dilakukan "kau"
dengan hubungan tersebut.
Aku memesan
Batu di tengah sungai terjal yang deras –
Aku digambarkan kembali memesan, namun yang ia pesan adalah
batu di tengah sungai terjal yang deras, dimana batu adalah suatu yang keras,
hubungan mereka diibaratkan sebuah batu, keras, dan jika diibaratkan, batu yang
ada di tengah sungai yang terjal dan keras, pada akhirnya setelah lama-lama
terkena arus air yang begitu keras, akan mulai terkikis. Begitu pula sebuah
hubungan yang dijalani " aku " dan " kau ", ketika hubungan
mereka sudah sangat keras, mereka diibaratkan sedang berada dalam ujian yang
bertubi-tubi yang pada akhirnya, dapat mengikis hubungan mereka berdua.
Kau entah memesan apa.
Meskipun hubungan mereka sedang dalam
ujian, namun si aku tak pernah tau apa yang akan dipesan oleh kau.
Tapi kita berdua
Saja, duduk.
Tapi meskipun demikian, mereka tetap ada
dalam hubungan tersebut, duduk dan tak berkembang.
Aku memesan rasa sakit
Yang tak putus dan nyaring lengkingnya,
Memesan rasa lapar yang asing itu.
Meskipun "aku" tau hanya dia
yang berusaha dalam hubungan ini, dia tetap memesan rasa sakit,
yang tak berkesudahan. Meskipun aku sadar, hanya dia yang memiliki cinta, hanya
dia yang berusaha membangun hubungan tersebut. Aku tetap berada dalam hubungan
tersebut, dia bahkan rela memesan (menanggung) rasa
sakit yang tak (pernah) putus dan bahkan
semakin nyaring lengkingnya, semakin menjadi-jadi, semakin
besar rintangannya, semakin memekakan telinga. Dan pada akhirnya, aku memesan
rasa lapar akan cinta dari kau, yang asing, yang tak
pernah ada.
Well, setelah " membaca " puisi
ini, saya menyimpulkan, bahwa puisi ini adalah puisi yang begitu suram, dimana
seorang "aku" dengan kesadaran berada dalam hubungan dengan
"kau" meskipun si "aku" tak pernah tau apa sebenarnya yang
ada dalam hati "kau".
Jika ada teman-teman yang memiliki
persepsi berbeda dengan interpratasi puisi ini, saya akan dengan hati membaca
interpretasi dari teman-teman sekalian.
Wahhh bener bgt itu ��������
BalasHapusInterpretasinya keren
BalasHapusKeren bgt
BalasHapusterima kasih, sudah berminggu-minggu saya terusik oleh makna puisi ini, penjabaran bisa bermacam2, tapi interpretasi dari anda sungguh mengena buat saya.
BalasHapustulisan tahun 2017 yang terbaca melintas waktu
BalasHapusHari ini eyang pergi ke abadian. Dan saya temukan tulisan Anda yang membantu saya menemukan keindahan puisi ini. Terimakasih
BalasHapusSayapun juga sama menginterpretasikan seperti itu
BalasHapuskreeeennn banget kakak. makasih bantu banget buat secripsi w
BalasHapus