Kamis, 07 September 2017

Interpretasi Puisi - Di Restoran - Sapardi Djoko Damono

Akhir-akhir ini, saya begitu suka mendengarkan musikalisasi puisi yang dibawakan oleh AriReda, khususnya untuk puisi-puisi karya Bapak Sapardi Djoko Damono. Jika orang kebanyakan begitu menyukai puisi beliau yang berjudul Aku Ingin, entah mengapa saya begitu jatuh cinta dengan dua puisi beliau yang berjudul " Di Restoran " dan " Sajak Kecil Tentang Cinta ", tapi kali ini, saya hanya akan membahas puisi beliau yang berjudul " Di Restoran ".


Kita berdua saja, duduk. Aku memesan

Ilalang panjang dan bunga rumput –
Kau entah memesan apa. Aku memesan
Batu di tengah sungai terjal yang deras –

Kau entah memesan apa. Tapi kita berdua

Saja, duduk. Aku memesan rasa sakit
Yang tak putus dan nyaring lengkingnya,
Memesan rasa lapar yang asing itu.


Sudah banyak yang mencoba menginterpretasi puisi di Restoran karya Bapak Sapardi, tapi entah mengapa, tetap tidak memuaskan saya yang selalu bertanya-tanya sebenarnya apa arti dari puisi ini.

Lalu saya mencoba memberanikan diri, untuk sekedar "membaca" puisi ini menurut versi saya. Well, jika ada kesempatan untuk bertemu Bapak Sapardi, ingin rasanya bertanya apa sebenarnya maksud dari puisi-puisi beliau, yang begitu sederhana, namun selalu terngiang.

Menurut saya, puisi ini ingin bercerita tentang dua orang anak manusia, yang sedang menjalin sebuah hubungan namun hanya "aku" yang berusaha membangun hubungan itu, sementara "kau" hanya diam, atau bahkan mungkin ingin mengakhiri hubungan tersebut.

Kita berdua saja, duduk. " Kita berdua disini dijelaskan sebagai aku dan kamu, atau bisa dikatakan sebagai sepasang kekasih. " duduk " dapat diartikan bahwa mereka sedang berdiam pada suatu tempat, tidak berjalan, seperti hubungan yang jalan di tempat, tidak mengalami perpindahan dan perkembangan.

Aku memesan
Ilalang panjang dan bunga rumput

Si aku dalam puisi ini, dengan sadar melakukan pemesanan, seperti kita di sebuah restoran, kita dengan sadar memesan apa yang ingin kita makan, sesuai dengan kata hati, sesuai dengan keinginan. Namun si aku malah memesan " ilalang panjang dan bunga rumput " dimana dua tanaman ini adalah dua tanaman yang tidak diharapkan kehadirannya, biasa tumbuh dimana saja, dengan subur, meskipun tidak dirawat oleh siapapun. Begitu pula dengan si aku, dia mencintai "kau" dengan kesadaran, cintanya tumbuh subur, meskipun tidak ada yang merawat. Sehingga tumbuh menjadi suatu yang sia-sia.

Kau entah memesan apa.

Dalam puisi ini, "aku" bahkan digambarkan tak pernah tau apa yang akan dipesan oleh "kau". Seperti hubungan, "aku" tak pernah tau, "kau" akan melakukan apa dalam hubungan itu. Bagaimana perasaannya dan apa yang akan dilakukan "kau" dengan hubungan tersebut.

Aku memesan
Batu di tengah sungai terjal yang deras –

Aku digambarkan kembali memesan, namun yang ia pesan adalah batu di tengah sungai terjal yang deras, dimana batu adalah suatu yang keras, hubungan mereka diibaratkan sebuah batu, keras, dan jika diibaratkan, batu yang ada di tengah sungai yang terjal dan keras, pada akhirnya setelah lama-lama terkena arus air yang begitu keras, akan mulai terkikis. Begitu pula sebuah hubungan yang dijalani " aku " dan " kau ", ketika hubungan mereka sudah sangat keras, mereka diibaratkan sedang berada dalam ujian yang bertubi-tubi yang pada akhirnya, dapat mengikis hubungan mereka berdua.

Kau entah memesan apa.

Meskipun hubungan mereka sedang dalam ujian, namun si aku tak pernah tau apa yang akan dipesan oleh kau.

Tapi kita berdua
Saja, duduk.

Tapi meskipun demikian, mereka tetap ada dalam hubungan tersebut, duduk dan tak berkembang.

Aku memesan rasa sakit
Yang tak putus dan nyaring lengkingnya,
Memesan rasa lapar yang asing itu.

Meskipun "aku" tau hanya dia yang berusaha dalam hubungan ini, dia tetap memesan rasa sakit, yang tak berkesudahan. Meskipun aku sadar, hanya dia yang memiliki cinta, hanya dia yang berusaha membangun hubungan tersebut. Aku tetap berada dalam hubungan tersebut, dia bahkan rela memesan (menanggung) rasa sakit yang tak (pernah) putus dan bahkan semakin nyaring lengkingnya, semakin menjadi-jadi, semakin besar rintangannya, semakin memekakan telinga. Dan pada akhirnya, aku memesan rasa lapar akan cinta dari kau, yang asing, yang tak pernah ada.


Well, setelah " membaca " puisi ini, saya menyimpulkan, bahwa puisi ini adalah puisi yang begitu suram, dimana seorang "aku" dengan kesadaran berada dalam hubungan dengan "kau" meskipun si "aku" tak pernah tau apa sebenarnya yang ada dalam hati "kau".

Jika ada teman-teman yang memiliki persepsi berbeda dengan interpratasi puisi ini, saya akan dengan hati membaca interpretasi dari teman-teman sekalian.


8 komentar:

  1. Wahhh bener bgt itu ��������

    BalasHapus
  2. terima kasih, sudah berminggu-minggu saya terusik oleh makna puisi ini, penjabaran bisa bermacam2, tapi interpretasi dari anda sungguh mengena buat saya.

    BalasHapus
  3. tulisan tahun 2017 yang terbaca melintas waktu

    BalasHapus
  4. Hari ini eyang pergi ke abadian. Dan saya temukan tulisan Anda yang membantu saya menemukan keindahan puisi ini. Terimakasih

    BalasHapus
  5. Sayapun juga sama menginterpretasikan seperti itu

    BalasHapus
  6. kreeeennn banget kakak. makasih bantu banget buat secripsi w

    BalasHapus