sebuah “rasa” tentang Kelas
Inspirasi
Bukan
pertama kalinya saya mengikuti Kelas Inspirasi (KI), namun meskipun demikian,
ini baru pertama kalinya saya menulis untuk KI. Bagi saya menulis bukanlah
suatu hal yang mudah dan bukan hal yang bisa dilakukan hanya karena kita mau,
kita harus dapat memilih dan merangkai kata dengan tepat, agar pesan yang ada
dalam tulisan dapat tersampaikan dengan baik kepada pembaca. Kita harus dapat
membangun mood yang sesuai, agar
pembaca dapat mengalir mengikuti alur cerita yang kita rangkai dan terbawa
kedalamnya. Karena bagi saya, seorang penulis bukanlah sebuah profesi dimana
seseorang pandai merangkai kata, namun juga seseorang yang mampu memasukkan
nyawa kedalam sebuah tulisan. Seorang penulis memiliki tanggung jawab yang cukup
besar, terutama terkait tulisan dan pembacanya.
Kali
ini saya tergelitik untuk menulis, bukan karena iming-iming tulisan terbaik
akan dibukukan dan nama saya akan tercetak besar dalam salah satu halaman buku
yang akan di terbitkan oleh Kelas Inspirasi Malang. Namun karena pertanyaan
dari beberapa relawan, yang masih terus terngiang di ingatan saya yang biasanya
hanya seperti ikan mas, yang hanya berfungsi sepersekian detik. Sebenarnya
tidak ada yang spesial dari pertanyaan mereka. Pertanyaan umum, yang biasa di
lontarkan ketika mengikuti Kelas Inspirasi. Tapi entah mengapa, pertanyaan yang
awalnya hanya terjawab dengan sekedarnya, pada akhirnya menjadi perenungan
dalam perjalanan malam saya kembali ke Surabaya. Mungkin Tuhan ingin saya untuk
kembali menulis, setelah sekian lama tak ada tulisan yang dihasilkan, bisa
jadi.
“ Apa motivasi Mbak mengikuti KI? “ standar
bukan? Pertanyaan-pertanyaan umum yang pasti akan kamu dapatkan ketika
mengikuti KI setelah pertanyaan awal, “ Apakah dulu sebelumnya pernah mengikuti
KI? “ atau “ Berapa kali Mbak ikut KI? “
“ Hanya untuk mengisi waktu luang “ jawabku
singkat, sambil tersenyum manis tentunya, tapi tentu tak semanis gula dan tidak
pula menyebabkan diabetes ☺
“
Nggak lebih Mbak? Nggak ada sampingan lainnya? “
“
Semisal cari jodoh gitu? “ yang lain pun ikut menimpali, dan otomatis saya
tertawa mendengar celetukan khas relawan yang pasti sudah bisa di tebak, 99,99%
dia itu jomblo dan memiliki motivasi terselubung, mencari jodoh – mungkin :p. (
fyi, bagi kalian para jomblo dan
ingin cari jodoh, mungkin bisa bergabung di Kelas Inspirasi, sudah rahasia di
kalangan anak KI, jika peserta KI kebanyakan masih berstatus single –
kebanyakan, bukan berarti tak ada yang sudah berpasangan – siapa tahu, salah
satu diantara mereka adalah jodoh kamu. Sambil menyelam minum air, sambil
menginspirasi adik-adik sambil mencari prospek untuk masa depan ☺ )
Argh,
jadi teringat ketika mengikuti Kelas Inspirasi Yogyakarta awal tahun ini,
celetukan yang kami gagas terkait motivasi kami mengikuti Kelas Inspirasi,
celetukan yang didapat dari hasil ngopi di sebuah gerai kopi di salah satu Mall
di Yogyakarta, usai refleksi seharian yang cukup melelahkan. Celetukan
orang-orang kelelahan, yang butuh sedikit asupan vitamin C (Canda) untuk dapat
kembali menjadi normal. Canda kami waktu itu, kami sengaja mengikuti Kelas
Inspirasi, hanya untuk mencari vendor pernikahan, untuk mencari discount atau potongan harga lebih
tepatnya atau kalau relawan kenalan baik, mungkin juga bisa dibantu secara
GRATIS!! cukup diberi nasi kotak dan ucapan terimakasih yang tulus. Siapa tau,
secara saat ini biaya pernikahan tidak lagi terjangkau seperti dulu kala. Biaya
pernikahan selangit – apalagi biaya setelah pernikahan (maafkan jika tulisan
ini banyak sekali sisipan curhatan dari penulis).
Kembali
ke motivasi saya mengikuti KI, awalnya saya hanya mengira, bahwa saya mengikuti
KI hanya untuk mengisi waktu luang, dengan kegiatan yang lebih bermanfaat
tentunya. Namun setelah saya fikir lagi, jika hanya mengisi waktu luang,
mengapa saya tidak menggunakannya untuk hal-hal lainnya, masih banyak hal
bermanfaat lainnya yang bisa saya lakukan. Yang tidak perlu saya bersusah payah
untuk datang ke pelosok daerah, yang tidak perlu saya menghadapi ulah-ulah usil
para bocah yang sebenarnya ingin diperhatikan dan di beri kasih sayang. Yang
bahkan bisa saya lakukan dengan tanpa menggunakan banyak tenaga dan usaha.
Namun buktinya, setelah sekali mengikuti kegiatan Kelas Inspirasi, bukannya
merasa lelah atau jera, saya kembali secara sadar mendaftarkan diri mengikuti
KI KI di kota lainnya. Seperti candu, yang tidak dapat saya tolak godaannya dan
membuat saya ingin terus mengikutinya. Apalagi jika Hari Inspirasi dilaksanakan
tepat hari Sabtu, dimana saya sudah bebas dari jam kerja. Godaan untuk
mengikuti Kelas Inspirasi pun menjadi semakin besar. Seperti kutub utara dan
selatan, tarikannya begitu kuat.
Lalu
mengapa saya terus menerus mengikuti kegiatan ini? Kegiatan yang sudah pasti
tidak hanya membutuhkan pengorbanan tenaga, namun juga fikiran, waktu dan
biaya?
Saya
masih terus berfikir, di sepanjang perjalanan menuju Surabaya saya berfikir,
mengapa saya mengikuti kegiatan ini? Apa alasan utama saya mengikuti kegiatan
Kelas Inspirasi? Apakah benar-benar hanya untuk mengisi waktu luang? Apakah sebenarnya
saya disini hanya untuk mencari jodoh? Apakah untuk menambah relasi? Dan otak
mulai dijejali dengan berbagai alasan yang masuk akal. Namun, tak satupun yang
membuat saya berkata, “ Ya, inilah alasannya, inilah motivasi terbesar saya”.
Ketika
sudah mulai bosan berfikir, saya keluarkan smartphone
putih yang selalu menemani saya kemanapun saya pergi. Setelah membalas semua
pesan yang masuk, iseng saya melihat status whatsapp
dari salah seorang teman yang kebetulan juga mengikuti kelas Inspirasi Malang,
namun berbeda rombongan belajar. Disana saya melihat, seorang bocah tersenyum
lebar dan saya ikut tersenyum. Saya kembali melihat foto lainnya, segerombolan
bocah terseyum lebar, dengan bangga mereka memamerkan gigi yang menghitam
karena ulah cokelat atau makanan manis lainnya, hati saya merasa begitu tenang
dan damai.
Ya,
inilah jawaban atas pertanyaan saya selama ini. Hati saya meloncat kegirangan,
seolah mendapat jawabannya. Ya ini lah jawabannya, saya mengikuti KI hanya
untuk melihat senyum mereka. Senyum tulus para bocah, yang bisa terus
mengembang tanpa henti walau hanya dengan kedatangan kami. Yang terkadang
menyapa malu – malu. Yang begitu senangnya jika kami mau ikut bermain atau
sekedar bertanya kepada mereka. Senyum polos para bocah, yang akan terus
tersungging walau hanya diberi selembar kertas origami untuk membuat pesawat
terbang atau mainan kreasi lainnya. Yang merengek manja hanya untuk sekedar
diperhatikan. Yang menarik ujung kemeja kami dengan malu, hanya untuk mengajak
bermain. Senyum tulus itulah alasan saya selama ini lagi dan lagi mengikuti
Kelas Inspirasi. Senyum merekalah sebenar-benarnya candu yang terus membuat
saya ingin terus ikut bergabung dalam Kelas Inspirasi.
Ada
kebahagiaan tersendiri yang saya dapat ketika melihat senyum mereka,
kebahagiaan yang tidak akan pernah saya dapat jika saya melakukan aktivitas
lainnya. Kebahagiaan sebenarnya, yang dapat saya jadikan penawar lelah akan
aktivitas sehari-hari dan fikiran-fikiran ketika menjadi orang dewasa yang
sangat melelahkan.
Ya,
Kelas Inspirasi, bukanlah tempat untuk saya memberikan informasi atau inspirasi
mengenai profesi saya saat ini untuk mereka. Bagi saya, Kelas Inspirasi adalah
tempat saya mengisi kembali tenaga yang terkuras habis oleh aktivitas
sehari-hari. Adik-adik kecil itulah yang sebenarnya memberi saya lebih dari apa
yang telah saya berikan untuk mereka.
Dan
jika ada kebaikan lainnya yang saya dapat dari Kelas Inspirasi, itu adalah
bonus. Dan tentu saja bukan bonus biasa, ini adalah jackpot.