Dear ( calon ) suamiku,
Bahkan sebelum kita dipertemukan, aku ingin membuat
surat ini. Ini adalah mimpi-mimpiku tentang rumah tangga yang akan kita bangun.
Terlebih, mimpiku tentang sosokmu.
Bagaimana calon suamiku kelak? Bagaimana rumah
tanggaku kelak? Berapa anak yang akan kulahirkan dari rahimku?
Mungkin itulah pertanyaan yang sampai saat ini masih
berkecamuk dalam benakku, membayang-bayangkan sosok idaman itu dan
menerka-nerka siapa lelaki yang sebenarnya akan bersamaku sampai akhir hayatku.
Membayangkan membangun rumah tangga yang indah, dengan anak-anak yang lucu.
Adalah impianku. Impian setiap wanita.
Seperti pernikahan artis-artis itu, aku juga ingin
memiliki suami yang tampan, dengan postur tubuh yang tegap. Tapi kamu tau, yang
lebih penting adalah ketika kamu mencintai aku, anakmu dan keluargaku, bagiku
itu sudah cukup jika dibandingkan dengan bagaimana bentuk fisikmu. Aku ingin
melihat suamiku kelak dapat bercanda dengan keponakan-keponakanku, berdiskusi
dengan kakak-kakakku, mendengar cerita orang tuaku ( meski kau tau itu
terkadang tak penting ) dengan tulus, dan menidurkan anak kita dengan nyanyian
nina bobomu.
Aku akan sangat senang jika kau mencintai
keponakan-keponakanku seperti kau mencintai keponakan-keponakanmu. Meskipun
terkadang mereka sangat nakal, selalu merengek padamu untuk dibelikan mainan
atau makanan, namun ketika kau tersenyum dengan tulus untuk merespon kenakalan
mereka. Bagiku itu sudah cukup.
Mereka melakukan itu karena mereka ingin selalu
berada didekatmu, mencuri perhatiamu. Bukankah anak kecil selalu begitu? Kalau
tidak merasa nyaman, mengapa mereka terus mengelilingimu?
Aku akan sangat senang jika kau menghormati
kakak-kakakku seperti kau menghormati kakak-kakakmu. Meskipun terkadang,
kakakku sangat cerewet dan menyebalkan. Selalu menasehatimu ini dan itu, namun
ketika kau tersenyum dengan tulus untuk merespon “ ocehan “ mereka, dan tidak
menyimpan dendam sedikitpun dalam hatimu. Bagiku itu sudah cukup.
Asal kau tau, bukan berarti kakak-kakakku tidak menyukaimu,
ketika mereka membenci seseorang mereka tak akan berbicara sepatah katapun pada
orang itu. Berbicara lebih banyak, menggambarkan betapa banyaknya kepedulian
mereka padamu. Aku tau, karena aku telah tinggal dengan mereka sepanjang
hidupku. Sebelum kita bertemu.
Aku akan sangat senang jika kau mencintai dan
menghormati orang tuaku seperti kau mecintai dan menghormati orang tuamu.
Ayahku, beliau sangat suka bercerita, jadi kumohon
dengarkan apa yang beliau ceritakan dan apabila bagimu itu terkesan hanya
sebagai bualan. Jangan pernah menertawakannya. Ceritanya adalah kebanggaan
hidupnya, dan bahkan beliau tak akan pernah sadar jika memang itu hanyalah
bualan atau cerita yang dilebih-lebihkan. Beliau tak bermaksud membual.
Baginya, apapun akan dikatakan hanya untuk mengajakmu berbicara. Karena
menurutnya, berbicara denganmu adalah hal yang sangat menyenangkan.
Jadi kumohon, minumlah secangkir kopi dengannya,
hisaplah sebatang rokok bersama dan dengarkan ceritanya dengan tulus.
Ibuku, beliau hanya perempuan sederhana. Beliau
adalah perempuan berhati murni. Bahkan jika kau menyakitinya, beliau hanya akan
diam. Jadi kumohon, jangan pernah menyakitinya. Meskipun beliau hanya diam,
bukan berarti beliau tak mencintaimu. Jauh didasar hatinya yang paling dalam, setelah
kita menikah, kau telah menjadi anaknya.
Aku beri tau kau satu rahasia. Orang tuaku
membanggakanmu lebih dari mereka membanggakanku. Orang tuaku mencintaimu lebih
dari mereka mencintaiku. Jadi bukankah tak ada alasan untuk membenci mereka?
Aku akan sangat senang jika kau mencintai
anak-anakmu lebih dan lebih tiap harinya.
Jangan pernah memukul atau berteriak didepan mereka,
bukankah ketika kau kecil akan sangat menyakitkan jika mendapat perlakuan buruk
dari orang-orang yang kau cintai? Ototmu, hanya akan menumbuhkan kebencian di
hati mereka. Jadi jangan salahkan aku, jika kasih sayang yang kutawarkan lebih
mencuri perhatian mereka.
Ketika mereka berbuat salah, nasehati mereka dengan
bijak. Berikan mereka contoh akibat dari perbuatan mereka, jawab pertanyaan-pertanyaan
mereka yang terus bertanya mengapa mengapa dan mengapa. Jangan pernah sekalipun
kau lebih mementingkan pekerjaanmu daripada bermain dengan mereka. ( Aku memperingatkanmu
)
Lihatlah mereka, bukankah sangat mirip denganmu
ketika kau masih kecil?
Sayang,
Meskipun ini terkesan sangat egois, namun bolehkah
aku meminta menjadi orang ketiga yang kau cintai? Aku akan menyisakan posisi
pertama untuk orang tuamu dan orang tuaku, kedua untuk anak kita dan aku hanya
menginginkan untuk menjadi yang ketiga.
Meskipun aku kadang sembrono, jangan pernah memakiku
dengan kata-kata kasar. Kata-katamu, bahkan bisa melukaiku lebih daripada pisau
yang mengiris jariku.
Meskipun aku begitu penuntut, jangan pernah
menamparku dengan kedua tanganmu. Meskipun bekasnya akan segera menghilang dari
wajahku, bekas rasa dihatiku tak akan pernah menghilang dari rasa sakit yang
kau timbulkan.
Jadilah paman yang baik bagi keponakan-keponakanku.
Jadilah adik yang baik bagi kakak-kakakku. Jadilah anak yang baik bagi orang
tuaku. Jadilah suami yang baik bagiku dan jadilah ayah yang baik bagi anak-anak
kita kelak.
Karena bagiku, itu lebih dari sekedar cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar