Mungkin bisa dikatakan ini
pertama kalinya aku keluar dari zona nyaman penulisan fiksi atau puisi yang
biasanya kutulis. Secara bagi mahasiswi komunikasi yang mendapatkan nilai B
pada mata kuliah Dasar Jurnalistik, terutama mahasiswi yang suka berada dalam
dunia mimpi sepertiku, fiksi adalah pelarian terbaik, kamu bisa hidup di dunia
yang kamu ciptakan, menggapai semua yang kamu inginkan dan membuang jauh semua
apa yang kamu benci dan tak ingin terjadi dalam hidupmu.
Dan minggu ini, mungkin pertama
kalinya aku bisa menjawab challenge dari #mendadakNgeBlog (maafkan remahan
rempeyek ini yang dari dua minggu lalu tak sempat menjawab challenge dari maha
guru sekalian), tema yang diambil minggu ini adalah
#MenyelamatkanMusikIndonesia.
***
Menjadi anak yang lahir dan besar
tahun 90-an, membuatku sangat bersyukur. Jika memutar kembali ingatan ke masa
itu, senyum simpul selalu tersungging dan argh, rasanya ingin kembali di masa
itu, dimana masalah terbesar adalah tayangan tinju di minggu pagi yang membuat
acara cartoon favorit tidak tayang. Dan sumpah, itu benar-benar MENYEBALKAN!!
Tidak hanya itu, luka di kaki
yang didapat karena bermain kejar-kejaran yang tak sembuh selama seminggu dan
menimbulkan bekas, bahkan tak membuat anak-anak pada jaman itu menjadi jera
untuk bermain kejar-kejaran lagi. Dan sumpah, berlari mengejar teman di tengah
terik matahari itu benar-benar MENYENANGKAN!! Bahkan sama menyenangkannya saat
kamu mengejar gebetan dan ternyata si gebetan juga memiliki perasaan yang sama
#eh
https://www.brilio.net/selebritis/trio-kwek-kwek-reuni-fotonya-bikin-heboh-kamu-pangling-nggak-160216n.html
Jika berbicara dan mengenang masa
kecil di tahun 90-an, ada banyak hal kecil yang sudah bisa membuat kita
bahagia, contohnya saja cartoon di Minggu pagi, bermain di lapangan bersama
teman-teman dan membeli kaset terbaru dari penyanyi cilik idola. Tahun 90-an tak
bisa dijauhkan dari banyaknya penyanyi cilik yang pada saat itu sedang tenar-tenarnya,
sebut saja Trio Kwek-Kwek (dengan Alfandy , yang menurut Tita Kecil, adalah
cowok paling ganteng seantero jagat raya), Joshua, Sherina (yang gara-gara film
Petualangan Sherina Tita Kecil jadi seneng banget sama yang namanya permen
chacha dan selalu bawa permen ini kemanapun dia pergi), Tasya (dan masih banyak
yang lainnya yang kalau disebutin satu-satu, bisa jadi panjang kali lebar kali
tinggi) dan bahkan saat itu ada boneka kecil lucu yang bisa bernyanyi yang
ketenarannya bisa mengalahkan penyanyi kecil pada masa itu, Suzan.
Penyanyi-penyanyi cilik ini
tampil apa adanya dan benar-benar terlihat seperti usia mereka. Tak ada make up
tebal, tak ada penampilan yang berlebihan. Lirik yang diangkat pun sangat
sederhana, sebagian besar adalah mengenai kehidupan sehari-hari yang kita alami,
bisa tentang tukang bakso yang sering lewat didepan rumah, tentang kasih sayang
seorang ibu dan bahkan tentang cita-cita yang ingin diterbangkan setinggi
langit. Sederhana memang, tapi mengena. Tak ada lirik tentang cinta-cintaan. Tak
ada lirik yang tak sesuai dengan usia kita. Tapi meskipun demikian, bisa
dikatakan hingga saat ini, lagu-lagu itu terus terngiang di ingatan kita semua,
terutama anak-anak tahun 90-an.
https://id.wikipedia.org/wiki/Andai_Aku_Besar_Nanti
Salah satu penyanyi favoritku adalah Sherina, dimana dalam album Andai Aku Besar Nanti, musik dan lirik dalam lagu ini menurutku sangat cerdas. Hampir semua lagu di Album ini sangat ramah untuk telinga, baik secara music maupun lirik. Dan mau tak mau mengakui, aku mengenal rasa galau, sejak mendengar lagu “ Andai Aku Besar Nanti ”, bukan galau karena cinta, tapi galau karena ingin segera membahagiakan kedua orang tua. Rasanya sampai saat ini masih terasa sama jika mendengarkan lagu ini, dimana sejak kecil kita sudah berandai-andai untuk menjadi dewasa dan membahagiakan kedua orang tua, namun yang terjadi sampai detik ini bukannya membahagiakan kedua orang tua, tapi malah masih saja merepotkan dan membuat kedua orang tua khawatir.
Mengingat masa kecil tahun 90-an,
dan membandingkannya dengan anak-anak kecil masa ini. Membuatku merasa sangat
miris, dari semua sisi, anak-anak kecil saat ini sangat merugi. Mereka besar
ditemani dengan gadget hingga mereka
tak tahu bagaimana asyiknya berlari menghindari bola dalam permainan bak boy dan benteng, mereka tak tau bagaimana bermain strategi, kecepatan dan
kerjasama tim dalam permainan bak boo atau
yang lebih dikenal dengan go back so door.
Untuk musik, tak ada lagu yang
cocok dengan usia mereka yang dapat telinga mereka konsumsi. Tak ada lagu-lagu
dengan lirik ramah yang dapat memuaskan telinga mereka. Telinga mereka “diperkosa” untuk mendengar lagu-lagu
cinta ala remaja. Setiap hari dijejali dengan lagu-lagu cinta ala remaja,
membuat fikiran mereka cenderung dewasa sebelum waktunya. Membuat pacaran di
usia anak, menjadi biasa.
Mungkin aku memang tak pandai
dalam merangkai not balok untuk menjadi sebuah musik. Tapi tak ada salahnya
jika aku berharap, ada pemusik handal, yang mulai peduli dengan anak-anak
Indonesia dan menciptakan musik-musik berkualitas sesuai dengan usia mereka.
Ciptakan Musik
Berkualitas sesuai umur anak-anak Indonesia.
Mari Selamatkan Musik
Indonesia, Mari Selamatkan Generasi Penerus Bangsa.
***
Andai aku t'lah
dewasa
Apa yang 'kan
kukatakan
Untukmu idolaku
tersayang
Ayah... Oh...
Andai usiaku berubah
Andai usiaku berubah
Kubalas cintamu bunda
Pelitaku, penerang
jiwaku
Dalam setiap waktu
Oh... Kutahu kau berharap dalam doamu
Oh... Kutahu kau berharap dalam doamu
Kutahu kau berjaga
dalam langkahku
Kutahu s'lalu cinta
dalam senyummu
Oh Tuhan, Kau kupinta
bahagiakan mereka sepertiku
Andai aku t'lah
dewasa
Ingin aku
persembahkan
Semurni cintamu,
setulus kasih sayangmu
Kau s'lalu kucinta
Andai usiaku berubah
Andai usiaku berubah
Kubalas cintamu bunda
Pelitaku, penerang
jiwaku
Dalam setiap waktu
Oh... Kutahu kau berharap dalam doamu
Oh... Kutahu kau berharap dalam doamu
Kutahu kau berjaga
dalam langkahku
Kutahu s'lalu cinta
dalam senyummu
Oh Tuhan, Kau kupinta
bahagiakan mereka sepertiku
Andai aku t'lah dewasa
Andai aku t'lah dewasa
Ingin aku
persembahkan
Semurni cintamu,
setulus kasih sayangmu
Kau s'lalu kucinta